Monday, July 15, 2019

PONDOK PESANTREN AL BASYIR


PONDOK PESANTREN AL-BASYIR

Muhammad Basyir (Pendiri Pondok Pesantren Al Basyir)
Dakwah Islam di Takerharjo tidak bisa dilepaskan dari peran seorang tokok bernama Muhammad Basyir. Beliau adalah  seorang hamba Allah yang ditakdirkan sebagai  mubaligh dan  guru  ngaji pertama di Takerharjo. Kiai Muhammad Basyir lahir di Kediren Kalitengan  Lamongan pada tahun 1891.
Sejak berusia belia  Kiai Muhammad Basyir nyantri di Pondok Pesantren Luwayu, Dukun, Kabupaten Gersik di bawah asuhan KH Syamsauri. Sebagai santri, beliau tergolong sartri yang taat. K.H. Syamsauri sangat menyukainya, sihingga pada 1918 Kiai Muhammad Basyir dinikahkan dengan putri sang kiai yang bernama Syafuro.
Setelah menikah itulah Kiai Muhammad Basyir mulai berkiprah  di Takerharjo. Beliau menapak “karir” sebagai guru ngaji. Oleh karena jumlah santri  yang semakin hari terus bertambah maka Alhamdulillah dengan izin Allah SWT. beliau dapat mendirikan sebuah pondok pesantren  yang kelak dikenal  dengan  Pondok Pesantren Al-Basyir  Jln. K. Basyir No. 11 Rt. 03 Rw. 03  Takerharjo,  NSP: 510035240168.
Podok pesanttren yang beliau rintis itu terus berkembang. Semakin bertambah hari, para santri terus berdatangan. Lambat laun tidak cuma santri dari Takerharjo saja yang mengais ilmu di pesantren itu. Beberapa santri dari daerh-daerah luar Takerharjo juga belajar di situ. Misalnya para  santri berasal dari desa-desa di kecamatan Dukun, Kecamatan Paciran, Kecamatan Kalitenga, Kecamatan Turi, Kecamatan Karanggeneng, dan lain-lain.
Semangat Kiai Muhammad Basyir semakin menggelora. Guna melebarkan sayap dakwah di Takerharjo, pada 1920  alhamdulillah dengan izin Allah SWT. beliau lalu merintis pendirian masjid bersama H. Abdul Hamid dan tokoh- tokok masyarakat Takerharjo lain. Masjid yang terletak di  tengah-tengah desa Takerharjo itu kelak bernama Masjid  Jami’ Al-Jihad. Jln: Masjid  01 Rt. 03  Rw. 01 Takerharjo.
            Beberapa tahun berjalan pada tanggal 29 Desember 1926,  alhamdulillah dengan izin Allah SWT. Kiai Muhammad Basyir  ditunjuk secara resmi oleh Bupati Lamongan Hario untuk menjadi guru ngaji di  Pondok Pesantren Al-Basyir. Kitab-kitab yang diampuh adalah Al-Qur’an, Berzanji, Sulam Taufiq, Safinatun Najah dan lain-lain. Kitab-kitab itu juga sepengetahuan  pemerintah Belanda. Sebab pada zaman Penjajahan dahulu guru baru bisa mengajar santri jika semua kitab yang diajarkan sesuai dengan ketentuan Pemerinth Belanda.
            Sayang Kiai Muhammad Basyir tidak dikaruniai umur panjang. Tahun 1940 beliau wafat dalam usia 49 tahun. Mengarungi hidup bersama Nyai Syafuro beliau meninggalkan enam keturunan  yaitu Tsauban (wafat masih kecil), Muhammad Syafi’I (wafat umur 20 tahun), Salamah, Fathona, Safinah dan Syari’ah.
Kiai Hamdan (Penerus K. Muhammad Basyir)
            Sepeninggal KIAI   MUHAMMAD  BASYIR, Nyai Syafuro’ sang istri  menikah dengan Kiai Abdus Salam  dan mempunyai seorang putri bernama Aminah. Adapun pondok pesantren yang beliau rintis diteruskan oleh menantunya yaitu Kiai Hamdan (karib dipanggil Kiai Kandam) yang menikah dengan Salamah pada 1940.
       Pria kelahiran Kediren  Kalitengah  Lamongan  1918  itu tidak lain adalah santri Kiai Muhammad Basyir sendiri  yang kemudian meneruskan belajar kesebuah pesantren di Madura. Menikah dengan Kiai Hamdan, Nyai Salamah dikaruniai empat putra  M. Atho’ur-Rahmam (wafat masih kecil), M. Suzaini,  M. Tsabit, dan M. Nur Salim (wafat masih kecil).
            Sementara kepengasuhan Kiai Hamdan di Pondok Pesantren Al-Basyir bisa dibilang singkat. Tanggal 12  November 1950  beliau mendapat tugas resmi dari Kantor Agama Daerah Bojonegoro dalam surat Nomor 3025/A/1950 untuk “memberi penerangan Agama Islam”. Dan dua tahun berselang yaitu pada 1952  Kiai Hamdan wafat dalam usia yang sangat muda 34 tahun.
      Sepeninggal Kiai Hamdan, Nyai Salamah menikah lagi dengan Kiai Abdul-Hamid dan mempunyai  seorang putra bernama Abdul Hakim. Tidak lama berselang keduanya bercerai.
         Meskipuk Kiai Hamdan sudah tiada, bukan berarti Pondok Pesantren Al-Basyir tidak lagi dibutuhkan masyarakat Takerharjo. Justru setiap datang waktu sholat wajib warga Takerharjo secara rutin datang ke Pondok Pesantren Al-Basyir  untuk mandi dan melakukan sholat berjamaah bersama santri putra   dan santri putri diasuh oleh Nyai  Salamah.
        Pada tahun 1970 setelah menyelesaikn tugas belajar,  penulis (M. Suzaini) mengadakan pembelajaran membaca Al-Qur’an untuk anak-anak setelah selesai jamaah sholat Maghrib dan belajar memabaca  kitab-kitab kuning, seperti: Tafsir Jalalaini, Riyadlush-Solihin, Bulughul-Maram, ‘imriti dan lain-lain, untuk remaja, setelah jamaah sholat Shubuh.
          Seiring dengan berjalannya waktu tahun 1991 penulis dan para saudara mewakafkan tanah dilokasi Pondok Pesantren Al-Basyir atas nama Nyai Salamah dan Papak Warjan untuk pembanguna gedung Madrasah Tsanawiyah Suwasta (MTs.S.) dan Madrash Aliyah Suwasta (MAS) Muhammadiyah. Wakaf tanah itu untuk “lahan da’wah di bidang pendidikan bagi pewakaf, segenap anak cucu dan  masyarakat.



@khusyudulhibri

No comments:

Post a Comment